Menghargai Waktu

Perubahan adalah hakikat dari proses kehidupan. Hidup selalu bergerak maju, kehidupan selalu berubah tak peduli kita bergerak atau diam. Memilih untuk tidak melakukan apa-apa (diam), memiliki konsekuensi yang pasti, yaitu tertinggal. Kita akan disebut ‘usang’, ‘jadul’, kuno alias ketinggalan jaman. Konsekuensi ini adalah pasti dan tak terbantahkan. Jika tak percaya, boleh dicoba. Begitulah hukum waktu yang digambarkan laksana pedang, kalau bukan kita yang memotong, maka kitalah yang terpotong-potong. Dan kalau sudah begitu, penyesalan mungkin sudah tak berguna.
Sebua lelucon yang terdengar lucu tentang penyesalan, tapi mengena, ‘Penyesalan itu di belakang, kalau di depan namanya pendaftaran,’ begitu ungkapan yang biasa kita ungkapkan untuk melukiskan tentang waktu yang terbuang percuma. Penyesalan akan masa lalu yang disia-siakan kadang diikuti dengan andai-andai, seandainya aku terlahir kembali, seandainya waktu bisa kuputar kemabli, seandainya aku kembali muda, seandainya, seandainya, seandainya.
Begitu pentingnya waktu, sampai Tuhan bersumpah demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-‘Ashr [103]: 1-3). Kerugian adalah ‘pakaian’ kita sebagai manusia. Namun, itu tak berlaku bagi mereka yang beriman dan senantiasa berbuat kebajikan. Maka mantabkanlah hati dalam kebenaran juga kesabaran.
Menyesal bukan perbuatan tercela. Tuhan Maha Pengampun taubat hamba-Nya. Maka agar terhindar dari kerugian, dalam penyesalan yang kita ungkapkan harus diikuti janji berubah dan melakukan kebaikan, sebagaimana Firman Allah yang disebut di atas. Adalah boleh kita menyesalkan masa lalu yang mubazir terlewat percuma. Namun, sekeras apapun, sedalam apapun penyesalan kita masa lalu akan tetap masa lalu. Tanpa lupa, hendaknya kita siapkan hari ini dengan potensi maksimal, kita lakukan yang terbaik (doing the best) agar kelak hari ini tidak menjadi masa lalu yang kita ratapi lagi esok hari.
Hidup berubah, bergerak. Lengah kita dengan hukum itu, tertinggal kita. Bahkan ketika kita yang enggan berubah, bergerak, maka sesungguhnya lonceng kematian sudah berdentang. Kita hanya jasad yang tak berguna apa-apa, kita sesungguhnya sudah mati sebelum jasad ini berkalang tanah. Kita ‘sampah’ yang sekedar menebar bau, merusak pemandangan zaman yang berubah. Yuk berubah, perbanyak amal positif mengasah keahlian, semoga kita menjadi sebaik-baik manusia, yang mendatangkan manfaat sebesar-besarnya buat sesama. Amin, kabulkanlah ya Allah. Wallahu ‘Alam Bissawab.
Salam Powerful…!
Julmansyah Putra
Ingin berbincang lebih lanjut, silahkan follow twitter saya di @julmansyah07 Sila berkunjung pula ke http://www.dfq-indonesia.org