Pertanyaan Anak

Ella, seorang anak berumur 4 tahun tak mau lagi belajar sholat. ‘Ella ngga mau belajar sholat, Ella ngga mau meninggal’, ujarnya. Gadis kecil ini berkesimpulan demikian sebab saat bertanya pada gurunya, ‘mengapa harus sholat?’ gurunya menjawab, ‘biar nanti setelah meninggal kita masuk surga’. Apa yang dicerna Ella dari jawaban sang guru adalah ketika masuk surga seseorang harus meninggal terlebih dahulu. Dan Ella tak mau meninggal, oleh karena itulah ia tak mau belajar sholat.
Jawaban sang guru tentu tak ada salahnya, bukankah balasan dari kesungguhan orang beriman menyembah Allah adalah surga-Nya? Namun, begitulah yang terjadi, Ella sempat tak mau belajar sholat di sekolah lantaran jawaban guru yang mungkin menurut Ella ‘menakutkan’. Maka, penting kiranya memberikan jawaban yang tepat sesuai usia si anak. Alih-alih memberi jawaban yang mereka butuhkan kadang justru memancing ketakutan atau pertanyaan-pertanyaan ‘aneh’ berikutnya.
Carol Faulkner, Ph.D., seorang psikolog anak dari Bradley Hospital di Providance Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa anak-anak lewat pertanyaan-pertanyan yang diajukannya sesungguhnya sedang berusaha memahami dunia yang mengherankan bagi mereka. ‘Anak kecil itu tak ubahnya orang dewasa di negara asing’, ungkap Carol. Adalah naluriah kiranya rasa ingin tahu itu muncul saat melihat sesuatu yang baru. Dan bertanya adalah pintu masuk untuk memuaskan keingintahuan itu.
Anak saya, Kayyisa belum genap usianya 3 tahun. Dalam beberapa kesempatan dia sudah mulai banyak bertanya, apa, kenapa, siapa, adalah pertanyaa-pertanyaan yang selalu diulang, seolah tak pernah puas pada jawaban yang saya berikan. Kadang saat sudah ‘puyeng’, jawaban saya pun ‘ngelantur’ dan asal menjawab. Dan tak jarang saya memintanya untuk bertanya pada ibunya.
Mungkin Anda punya pengalaman serupa, memiliki anak yang gemar bertanya. Pertanyaan yang terus-terusan itu sesungguhnya menunjukkan bahwa anak sedang berada dalam fase bertumbuh. Maka, sebagai orang tua, harus memahami dan menyikapinya dengan sabar agar senantiasa memberikan yang terbaik demi perkembangan sang buah hati. Beberapa tips berikut yang saya rangkum dari beberapa artikel yang saya baca mungkin bisa membantu kita agar bijak menyikapi pertanyaan anak.
Pertama, bijaksanalah. Saat anak bertanya sebaik mungkin menghindari jawaban atau respon yang mematahkan rasa ingin tahu si anak dan semangatnya untuk terus belajar. Boleh jadi respon yang keliru atas pertanyaan si anak akan membuatnya ‘terluka’ dan merasa tak dihargai oleh orang tuanya. Akibat lanjutannya tentu saja tak sedikit, mungkin kehilangan kepercayaan diri adalah salah satunya.
Kedua, jujurlah. Beri jawaban yang benar atas semua pertanyaan anak. Namun, saat tak mampu menjawab, jujurlah. Jangan malu dan kemudian memberikan jawaban asal-asalan yang salah. Bisa saja kita berjanji untuk menjawabnya esok hari, atau memintanya bertanya pada pasangan kita, kakek, nenek, atau gurunya di sekolah. Ketiga, tutup jawaban dengan nilai-nilai agama. Memasukkan norma agama dalam setiap jawaban atas pertanyaan anak adalah ikhtiar menguatkan imanya sekaligus memantapkan karakternya. Wallahu ‘Alam Bissawab.
Salam Powerful…!
Julmansyah Putra
Ingin berbincang lebih lanjut, silahkan follow twitter saya di @julmansyah07 Sila berkunjung pula ke http://www.dfq-indonesia.org dan http://jujulmaman.blogspot.com