Pages Navigation Menu

Berdaya, Berbudi, dan Berilmu

Ads

Memimpin Diri

Memimpin Diri

Kunci keberhasilan memimpin orang lain dimulai dari kesanggupan untuk menaklukkan diri sendiri. Saat masih ‘nyantri’, nasehat yang sering saya dengar adalah ‘ibdak bi nafsik’, ‘mulailah dari dirimu sendiri’. Sebuah nasehat tentu saja muncul dari pembacaan atas pengalaman-pengalaman, hingga lahir satu kesimpulan bahwa segala sesuatu hendaknya dimulai dari diri sendiri. Dalam tulisan saya sebelumnya, kemampuan untuk memimpin diri sendiri adalah salah satu prasyarat agar mampu menjadi PemimpinMulia.

Saya, mungkin juga Anda pernah menemukan seseorang yang antara perkataan dan lakunya tidak berjumpa, alias omong doang. Antara nasehat yang ia sampaikan tidak mencerminkan perilakunya. Menasehati orang lain untuk mendirikan sholat misalnya, padahal ia tak mengerjakan apa yang dikatakan. Kira-kira, apa sikap (respon) Anda ketika menemukan manusia (pemimpin) yang seperti ini? Akankah Anda sudi mengikuti nasehatnya? Atau sebaliknya, Anda menjauh darinya?

Jika kemuliaan seorang pemimpin terletak pada kemampuannya untuk menghebatkan orang lain, mencetak pemimpin-pemimpin selain dirinya, maka menghebatkan diri sendiri merupakan langkah awal yang harus ditempuh oleh seorang pemimpin. Tanpa itu, sulit rasanya seorang pemimpin akan menginspirasi selanjutnya menghebatkan orang lain. Memimpin diri sendiri adalah mengambil tanggung jawab seratus persen terhadap diri sendiri. Bagaimana caranya?

Pertama, Singkirkan Kelemahan. Kelemahan tak melulu berwujud fisik, boleh jadi ia adalah pikiran negatif yang membelenggu diri. Guru saya menyebutnya rantai gajah. Menjinakkan gajah liar lalu mengikatnya dengan rantai kapal yang besar. Meski mulanya sang gajah akan berontak, ingin kabur dari ikatan rantai. Ternyata lama-kelamaan ia akan menyerah juga. ‘Ah percuma aku lari, nanti aku jatuh, kakiku akan sakit terikat rantai besar itu’. Demikian pikiran sang gajah.

Saat gajah sudah jinak dan rantai dilepas dari kakinya, apakah dia masih punya pikiran untuk membebaskan diri? Tidak! Sebab, rantai itu masih ada, ia pindah dipikirannya. ‘Ah percuma aku lari, nanti kakiku sakit, dan sebagainya’. Kadang kita pun seperti gajah, ada rantai yang mengikat pikiran kita. ‘Ah aku jelek, aku orang kampung, mana mungkin sukses’. ‘Ah suaraku jelek, ngomong aja fales, bagaimana bisa nyanyi, nggak mungkin bisa bicara di depan umum’. Ya! Setiap orang punya rantai gajah. Tapi orang yang ingin memiliki kemampuan memimpin dirinya, harus melepas rantai gajahnya.

Kedua, Fokus Pada Kekuatan. Allah menciptakan manusia berikut keistimewaannya masing-masing. Asal mau mencari, pasti ia akan menemukan kelebihan (kekuatan) yang ada pada dirinya. Luangkanlah waktu, renungkan dengan penuh rasa. Putar kembali berbagai aktivitas yang sudah dilakukan. Kira-kira, pada saat melakukan aktivitas apa Anda merasa begitu powerful, begitu bersemangat untuk melakukannya. Anda mencintai pekerjaan itu, menguasainya, dan bisa menghasilkan rupiah darinya.

Nah, jika Anda menemukannya dalam tiga kreteria tersebut, kemungkinan besar itu adalah kekuatan Anda. Fokuslah pada kekuatan tersebut, bautlah visi besar berupa prestasi terbaik yang akan Anda persembahkan untuk dunia. Sebab hal itulah yang akan menghantarkan Anda pada puncak kesuksesan, baik sebagai orang yang berhasil memimpin dirinya sendiri, sekaligus menghadirkan manfaat untuk kehidupan manusia. Mengasah bakat (kekuatan) adalah wujud syukur seorang hamba kepada Tuhannya. Ia memanfaatkan dengan baik apa yang sudah diamanahkan Sang Pencipta kepadanya.

Ketiga, Bangun Kebiasaan. Bila melepas rantai gajah adalah pembuka, kemudian menemukan kekuatan dan fokus terhadapnya adalah upaya memaksimalkan pemberian Allah untuk menghadirkan manfaat bagi sebanyak-banyaknya mansuia, maka semua itu perlu menjelma nyata dalam tindakan (action). Untuk itulah penting melatih kebiasaan positif, sehingga seorang yang mampu mempin dirinya tidak terjebak pada hanya bisa bicara tanpa adanya pembukitan tindakan nyata.

Satu kebiasaan hanya bisa diganti dengan kebiasaan lain. Kebiasaan buruk (yang menjadi rantai gajah) harus dilatih dengan mengganti dengan kebiasaan baru yang lebih baik. Kekuatan hanya akan bermanfaat hanya jika ada upaya-upaya konkret dalam aksi. Ingat, bakat hanya menjadi anugrah alami biasa tanpa diasah, tak mungkin mengebatkan kita tanpa diolah. Tetapkanlah, kebiasaan-kebiasaan baru yang positif apa yang ingin Anda latih dalam aksi, kerjakan dan konsistenlah! Suatu hari Anda akan memetik hasilnya.

Akhirnya, memimpin diri sendiri membutuhkan pengorbanan dan perjuangan yang memang tidak mudah, namun bukan lantas itu menjadi tak mungkin. Dimana ada kemauan, disana pasti ada jalan. Ingatlah, bahwa hari esok tidak mungkin ada jika tidak dimulai hari ini. Selamat berikhtiar. Wallahu ‘Alam Bissawab.

 

Salam Powerful…!

Julmansyah Putra

Ingin berbincang lebih lanjut, silahkan follow twitter saya di @julmansyah07
Sila berkunjung pula ke http://www.dfq-indonesia.org dan http://jujulmaman.blogspot.com 

Ads

Leave a Reply

%d bloggers like this: