Pages Navigation Menu

Berdaya, Berbudi, dan Berilmu

Ads

Humor Dalam Presentasi

Humor Dalam Presentasi

Humor bisa menghidupkan sebuah presentasi. Humor mengubah suasana membosankan dan menegangkan menjadi segar, sehingga audiens kembali siap menyimak materi yang akan disampaikan. Herbert Gardner benar ketika mengatakan, ‘once you get people laughing, they’re listening and you can tell them almost anything’. Tentu, humor akan menjadi kekuatan yang menghidupkan presentasi jika dilakukan dengan benar dan kadar yang tepat.

Sebaliknya, humor bisa jadi petaka, dia bisa ‘membunuh’ seorang pembicara jika gagal meramu dan menyajikannya dengan bijaksana. Alih-alih membuat segar audiens, suasana presentasi (seminar, pelatihan, workshop, dan lain-lain) akan semakin tak terkendali. Celakanya, audiens akan semakin jenuh, suasana jadi tak nyaman, dan selepas coffe break, mereka memutuskan untuk pergi meninggalkan Anda. Kabar gembiranya, dalam tulisan ini kita akan belajar bersama mengenai prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan pada saat menggunakan humor dalam presentasi.

Pertama, gunakanlah humor yang segar. Artinya, humor yang disampaikan bukan yang sudah sering didengar orang. Semakin sering humor diperdengarkan dengan orang yang sama, kadar menghiburnya juga akan berkurang. Audiens tidak lagi terkejut mendenganya. Padahal, kata Aristoteles, ‘the secret to humor is surprise’. Sampaikanlah humor yang jarang diceritakan. Pembicara bisa menambah refensi humornya dari pengalaman pribadi, cerita orang lain, atau berbagai sumber lain; buku, acara tv, internet, dan lain-lain.

Kedua, relevansi pada materi dan audiens. Humor idelanya disesuaikan dengan materi yang disampaikan, tujuannya mempermudah penyampaian materi dan dapat melekat lama dalam ingatan audiens. Senior saya dalam sebuah pelatihan, berbicara mengenai penggunaan teknologi, beliau mengatakan, ‘dulu, kebutuhan orang itu adalah Sandang, Pangan, dan Papan. Sekarang kebutuhan itu berubah menjadi Sandang, Pangan, dan Colokan.’ Humor yang disampaikan cukup sederhana, namun dapat membuat kami tersenyum. Dan yang terpenting, kami mengingatnya sampai hari ini.

Namun, bukan berarti tidak boleh menggunakan humor di luar materi. Humor dapat dilakukan secara spontan. Hal tersebut merupakan bentuk kepekaan pembicara terhadap apa yang terjadi dalam proses presentasinya. Pembicara bisa semakin mengakrabkan suasana dengan merespon kejadian-kejadian lucu dalam presentasinya. Tapi jangan terlalu sering, pembicara harus pandai membaca momentum yang tepat, kapan dan bagaimana respon itu dimainkan.

Relevansi juga terkaitkan dengan keadaan audiens, misalnya latar belakang budaya, pengalaman usia, keyakinan, atau bisa juga tingkat pendidikan, dan beberapa hal lain yang terkait dengan audiens. Sebab, jika salah, humor yang seharusnya menghibur justru sulit dipahami audiens karena berbeda latar belakang budayanya. Atau humor itu menuntut peserta untuk sedikit berpikir agar muncul unsur lucunya. Jadi pembicara, selain memahami materi prsentasinya, juga harus memahami siapa dan bagaimana audiensnya.

Ketiga, prinsip utama yang perlu diperhatikan pembicara pada saat menggunakan humor adalah berpegang pada prinsip, ‘melucu itu menghibur, bukan menyakiti’. Memangnya ada humor yang menyakiti? Ada. Misalnya menyinggung SARA (Suku, Agama, dan Ras). Atau hal-hal yang terkait dengan kekuarang fisik seseorang. Mungkin saja, humor kita menghibur sebagian audiens, tapi yang lain bisa saja tersakiti. Selain tak pantas, hal itu buruk bagi citra diri kita sebagai pembicara.

Humor tidak akan menghilangkan wibawa kita sebagai pembicara. Menyampaikannya dengan cara yang benar dan tepat justru semakin membuat pembicara bersinar. Suasana bahagia membuat proses presentasi semakin asik dan mudah diikuti. Tak heran bila banyak audiens tertarik pada pembicara sesekali menyertakan humor dalam presentasinya. Humor adalah salah satu sumber daya yang perlu dimiliki oleh seorang pembicara.

Akhirnya, butuh meluangkan waktu untuk melatih humor, terutama bagi kita yang tak terlalu piawai dalam membawakannya. Jangan berkecil hati ya. Kita hanya perlu melatih dan mencobanya, sesekali akan terasa ‘garing’, mudah-mudahan seiring waktu kita akan terbiasa. Tak perlu memaksakan diri, bahwa kita mesti sama dengan orang lain dalam membawakan humor. Setiap orang punya kadar kelucuannya sendiri. Selamat mencoba dan jangan menyerah, namanya juga usaha bro.

Salam Powerful…!

Julmansyah Putra

Yuk lanjut silaturahmi di instagram saya @motivapicture dan di facebook Julmansyah Putra

Ads

One Comment

  1. Melucu itu menghibur, bukan menyakiti. Saya setuju itu

Leave a Reply

%d bloggers like this: